DAMPAK LINGKUNGAN DAN EKONOMI DARI POLA MAKAN DAGING
(Sumber : SVV/ Schweizerischen Vereinigung Für Vegetarismus/ Persatuan Vegetarian Swiss www.vegetarismus.ch , artikel Die wirtschaftlichen und ökologischen Folgen der fleischorientierten Ernährungsweise)
PRODUKSI DAGING SELURUH DUNIA MENINGKAT DENGAN CEPAT
Produksi daging seluruh dunia:
1990: 174 juta ton
1994: 194 juta ton
1997: 210 juta ton
1997: 210 juta ton daging diproduksi. Di Swiss, angka ini mencapai 600.000 ton [1]. Di Swiss, kuantitas konsumsi daging telah melampaui kuantitas konsumsi roti (hal ini mungkin terjadi di negara lain juga) [2]. Fakta ini mempunyai dampak lingkungan dan ekonomi yang besar di seluruh dunia. Malangnya, dampak ini tidak mendapatkan banyak perhatian.
TINJA CAIR MEMBUAT HUTAN-HUTAN SEKARAT
Penelitian ilmiah terakhir menunjukkan dengan jelas bahwa peternakan massal masa kini adalah penyebab utama dari sekaratnya hutan-hutan. Ahli Biologi Dr. Hans Mohr [3] menyatakan dalam “Spektrum der Wissenscahft†pada bulan Januari 1994:
“Sebuah pandangan penting yang diperoleh melalui 10 tahun penelitian terhadap kerusakan hutan adalah sejumlah besar nitrogen dan khususnya amonium nitrogen [4], yang dihasilkan dari peternakan, harus segera dikurangi. Pembuangan tinja cair dari hewan dan manusia yang kuantitasnya terus meningkat tetap merupakan masalah utama.â€
Emisi amonia dari peternakan mencapai angka 90% dari seluruh tinja cair [5].
Saat ini, tinja manusia sebagian besar dibuang melalui saluran tertanam; tinja hewan, bagaimanapun juga, tetap dibuang begitu saja di permukaan tanah. Hasilnya adalah nitrogen (N) dalam bentuk amonia (NH3), yang pada masa kini ditetapkan sebagai faktor yang paling bertanggungjwab terhadap sekaratnya hutan-hutan, 85% amonia (NH3) disebabkan oleh emisi ternak [6].
Seekor sapi rata-rata menghasilkan Nitrogen dua kali lipat dibandingkan mobil dengan katalisator yaitu sekitar 36 kilogram per tahun [7]
Nitrogen, sesungguhnya adalah nutrisi esensial untuk padang rumput, hutan dan kehidupan di dalam air, namun jika berlebihan dapat menuju ke arah fertilisasi berlebihan (over-fertilization). Hal ini sangat terlambat untuk diketahui sebab hutan mula-mula tumbuh lebih cepat dengan pasokan nitrogen yang tinggi dan kemudian menunjukkan reaksi kehancuran hanya jika lapisan tanah menjadi sangat jenuh dengan nitrogen.
Pada tahun 1992, komite peneliti dari Bundestag Jerman untuk topik “Pemulihan atmosfir bumi†mencapai kesimpulan yang sama. Sehubungan dengan amonia (NH3), mereka mempublikasikannya dalam “Perubahan iklim mengancam pembangunan nasionalâ€:
“Emisi NH3 secara nasional (Jerman Barat), secara benua (Eropa Barat) dan secara global , 80%nya dihasilkan oleh peternakan. 528.000 ton NH3 dibuang setiap tahun di Jerman Barat. Amonia ditemukan di area tertentu, seperti di peternakan dan juga tempat penyimpanan dan produksi pupuk organik. Amonia dan Nitrogen yang dihasilkan dapat diturunkan dengan cara mengurangi jumlah ternak, mengubah makanan ternak, dan mengurangi produksi tinja cair. Hal ini akan menguntungkan tak hanya secara ekologis tapi juga secara ekonomis. [8]
Untuk mendapatkan gambaran mengenai dampak ekonomis dari hutan yang sekarat, maka dampak ini dapat dihitung dengan mengambil sebuah contoh yaitu Resort Davos di Swiss [9]: Pemusnahan sebagian hutan dari hutan lokal akan menimbulkan biaya sekitar 267 juta Swiss Frank, pemusnahan seluruh hutan lokal akan menimbulkan biaya sebesar 508 juta Swiss Frank. Bahkan bila seluruh area pembatas hutan diganti dengan tanaman pembatas yang lebih banyak, hal ini akan tetap menimbulkan biaya sebesar 415 juta Swiss Frank.
PERUSAKAN AIR
Amonia tak hanya berdampak sangat buruk terhadap hutan tapi juga air. Fertilisasi berlebihan menyebabkan pertumbuhan alga yang tidak alami, yang pada akhirnya menyerap oksigen dalam air. Peternakan yang ada di darat memproduksi sejumlah tinja cair yang sangat mengancam yang menimbuni air [10]. Sebagai contoh, danau Sempach dan danau Baldegg di Swiss diberikan pernafasan (respirasi) buatan dengan meniupkan sejumlah besar oksigen. Sekitar 50% pencemaran air di Eropa disebabkan oleh peternakan massal. Nitrat dari peternakan pada masa kini telah menembus sangat dalam hingga ke air tanah sehingga air minum mineral yang berlabel sesungguhnya tidak lagi layak untuk dijadikan air minum [11]. Di Amerika Serikat, peranan peternakan dalam pencemaran air telah lebih besar daripada pencemaran oleh semua kota dan industri! [12]
PENGASAMAN BERLEBIHAN TERHADAP LAPISAN TANAH
Amonia dan Nitrogen Oksida (NOX) memberikan sumbangan besar atas pengasaman berlebihan (over-acidification) terhadap lapisan tanah. Hal ini telah terjadi di Belanda pada tahun 1989 sehingga departemen terkait mengambil tindakan terhadap masalah ini. Hasil penelitian Lembaga Kesehatan dan Perlindungan Lingkungan Belanda [13] menyebutkan : “Nitrat dari tinja cair yang dilepaskan ke udara sebagai amonia adalah peracunan lingkungan yang menyebabkan apa yang biasa disebut dengan hujan asam dan kandungan lain yang mengandung asam. Di Belanda, sebagian besar endapan hujan berasal dari gas amonia yang dihasilkan peternakan sapi – ini menyebabkan kerusakan yang lebih besar dibandingkan polusi semua mobil dan pabrik di Belanda.â€
Peternakan telah menyita 1/3 dari tanah massa di planet ini [16]
Worldwatch Institute
EFEK PEMANASAN GLOBAL
Sampai sekarang, pada dasarnya angkutan dan industri sering dituding bertanggungjawab terhadap efek pemanasan global. Pengaruh peternakan dalam hal ini telah diabaikan sejak lama. Pimpinan Institusi Untuk Iklim, Lingkungan dan Energi di Wuppertal, Ernst U.v. Weizsäcker berkomentar atas hal ini : “Sumbangan peternakan kepada efek pemanasan global kurang lebih sama dengan yang disumbangkan angkutan otomotif, jika kita mempertimbangkan musnahnya hutan untuk peternakan. Pengubahan padang savana menjadi gurun, erosi di pegunungan, kebutuhan air yang sangat besar untuk ternak, kebutuhan energi yang sangat besar untuk menggemukkan hewan adalah alasan bagi kita untuk bertindak lebih lanjut untuk setiap pon daging, demi lingkungan hidup kita.†[14]
Selain oleh penyebab lain, efek pemanasan global disebabkan oleh tiga gas yaitu methana, karbon dioksida dan nitrogen oksida. Ketiganya berasal dari peternakan besar. 12% emisi gas methana dihasilkan hanya oleh 1.3 milyar ternak yang dipelihara di seluruh dunia. Peternakan menghasilkan 115 juta ton gas methana dalam satu tahun. Hal ini jauh lebih berbahaya, jika kita tahu bahwa satu molekul methana menyumbang efek pemanasan global 25 kali lebih besar daripada satu molekul karbon dioksida [15].
Sejak 1970 lebih dari 20 juta hektar hutan tropis telah berubah menjadi peternakan.
Worldwatch Institute
PEMBOROSAN SUMBER DAYA ALAM
Konsumen yang bertanggungjawab atas produksi daging juga paling bertanggungjawab untuk pemborosan sumber daya alam. Sebidang tanah yang sama untuk menghasilkan satu kilogram daging, dapat menghasilkan 200 kilogram tomat atau 160 kilogram kentang untuk periode yang sama. Di Swiss, diperkirakan 67% tanah produktif digunakan sebagai peternakan atau digunakan untuk menumbuhkan pakan ternak. Sekitar 100 liter air dibutuhkan untuk menumbuhkan 1 kilogram biji-bijian, sedangkan produksi satu kilogram daging membutuhkan 2000 hingga 3000 liter air [16].
PEMBOROSAN BAHAN PANGAN
Satu bidang tanah dapat menghasilkan bahan pangan dengan kuantitas sbb [17]
Cherries 1,000 kg
Wortel 6,000 kg
Apel 4,000 kg
Daging sapi 50 kg
Seseorang membutuhkan 7 hingga 16 kilogram biji-bijian atau kacang kedelai untuk menghasilkan satu kilogram daging. Hal ini merupakan cara yang paling efektif untuk memboroskan bahan pangan. Perpanjangan dari rantai makanan yang terkait dengan pengubahan biji-bijian menjadi daging menyebabkan, selain penyebab lain, 90% protein,99% karbohidrat dan 100% serat hilang begitu saja. Sebagai tambahan, hanya sebagian kecil dari tubuh hewan yang dijagal mengandung daging yang diinginkan yaitu hanya 35% dari berat tubuh ternak atau 39% dari berat anak sapi (tanpa tulang) [18].
Lebih-lebih lagi, di Swiss 57 % biji-bijian digunakan untuk pakan hewan (1990). Di Amerika Serikat 80% panen biji-bijian digunakan untuk pangan 8 milyar hewan yang kemudian dijagal. Untuk kacang kedelai angkanya dapat mencapai 90% di seluruh dunia [19]. Sekitar separuh produksi biji-bijian dunia dijadikan pakan hewan untuk konsumsi daging.
Jika orang Amerika dapat makan daging 10% lebih sedikit saja, kuantitas biji-bijian yang dihemat dapat menyelamatkan satu milyar orang dari kelaparan. Sekitar 1,200,000 ton makanan bergizi diberikan kepada ternak di Swiss, kebanyakan biji-bijian. Swiss dapat menanggung pemborosan ini, namun negara-negara berkembang nampaknya tak sanggup menanggungnya. Seperti Laporan FAO, pada tahun 1981, 75% impor biji-bijian di dunia ketiga digunakan sebagai pakan ternak. Bahkan pengembangan bahan pangan domestik bersaing dengan pengembangan bahan pakan ternak global.
Di Mesir, dalam 25 tahun terakhir, pengembangan jagung sebagai pakan ternak telah menyita tanah yang lebih besar daripada tanah untuk menghasilkan gandum,beras dan millet (=sejenis beras) yang merupakan bahan pangan pokok rakyat Mesir. Pertumbuhan dari biji-bijian yang digunakan sebagai pakan ternak telah meningkat dari 10% hingga 36% [20]. Kejadian yang sama juga terjadi di negara yang mengalami peningkatan konsumsi daging.
Selama tahun 1950, 170 kilogram biji-bijian per kepala cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan populasi di Taiwan. Sampai 1990, konsumsi daging dan telur melonjak enam kali lipat. Kebutuhan biji-bijian per kepala meningkat menjadi 390 kilogram karena perpanjangan rantai makanan ini. Taiwan dapat memenuhi peningkatan kebutuhan ini dengan impor, selain meningkatkan produksi lokal. Bila Taiwan dapat mengekspor biji-bijian pada tahun 1950 maka pada tahun 1990 Taiwan harus mengimpor biji-bijian dari luar negeri sejumlah yang dibutuhkan, dan kebanyakan adalah biji-bijian untuk pakan ternak [21].
Hal yang sama menimpa mantan Uni Soviet. Konsumsi daging meningkat tiga kali lipat dibandingkan tahun 1950, bahkan permintaan untuk pakan ternak meningkat empat kali lipat. Di tahun 1990 ternak dari mantan Uni Soviet mengkonsumsi biji-bijian tiga kali lipat lebih besar dibandingkan konsumsi biji-bijian penduduknya. Impor biji-bijian untuk pakan ternak menunjukkan hal ini. Impor meningkat dari hampir nihil di tahun 1970 menjadi 25 juta ton per tahun di tahun 1990. Saat itu mantan Uni Soviet menjadi pengimpor pakan ternak kedua terbesar di seluruh dunia.
DAMPAK KESEHATAN
Pola makan vegetarian tidak hanya dapat dilakukan tapi juga sangat sehat.
Melalui perpanjangan rantai makanan dengan memberi makan hewan dengan pangan nabati dan kemudian memakan daging hewan, ada kerugian lainnya yaitu : pestisida, logam berat dan racun lain yang terkandung dalam pakan ternak akan bertambah tinggi di dalam tubuh hewan. Hal ini menyebabkan kandungan pestisida dalam daging 14 kali lipat dibandingkan pangan nabati, sedangkan kandungan pestisida produk susu 5.5 kali lipat dibandingkan pangan nabati. Konsumsi produk hewani dalam skala massal telah meningkat pesat selama beberapa dasawarsa terakhir sehingga kerugian pola makan daging mulai nampak jelas; tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan pembuluh darah, rematik, encok, radang kulit dan beberapa jenis kanker, hanyalah beberapa dari apa yang biasa disebut sebagai penyakit-penyakit akibat peradaban, yang mana kita tahu bahwa konsumsi produk hewani adalah pemicu utamanya. Klaim yang sering didengar adalah manusia butuh daging untuk tetap sehat. Hal ini telah dibuktikan salah oleh peneliti sejak lama dan hal ini hanya lobby yang selalu dinyatakan oleh beberapa perwakilan dari peternakan.
EKONOMI
Bagaimana mungkin konsumsi daging dapat terus meningkat di seluruh dunia meskipun banyak kerugian menimpa masyarakat yang berorientasi pada daging seperti yang disebutkan di atas? [22] Di samping beberapa alasan psikologis dan sosial yang sebagian besar ditimbulkan oleh iklan (misalnya iklan bahwa daging memberi kekuatan, dll), ada satu aspek yang tak boleh diremehkan yaitu: uang. Dalam pandangan sekilas, hal ini nampaknya menjadi kontradiksi karena cabang ekonomi yang dirancang merusak pangan dan sumber daya alam akan runtuh dalam jangka waktu panjang. Tak ada kaitan yang masuk akal antara biaya dan keuntungan dari produksi daging seluruh dunia.
BIAYA DITANGGUNG PEMBAYAR PAJAK
Satu alasan mengapa industri daging tetap ada adalah bahwa pendapatan dari bisnis ini ditransfer ke kepemilikan pribadi, sedangkan biayanya ditanggung publik (dan itu bermuara pada pembayar pajak). Hal ini sangat terkenal dalam cabang ekonomi lain (misalnya industri otomotif). Tak ada kebenaran perlakuan terhadap biaya dalam industri peternakan pula. Menurut perkiraan yang dibuat oleh Worldwatch Institute di Washington, harga daging akan meningkat dua kali atau tiga kali lipat bila seseorang mempertimbangkan seluruh biaya ekologis termasuk pembakaran bahan bakar fosil, penurunan tingkat air tanah, pencemaran kimiawi terhadap permukaan tanah, dan pelepasan gas seperti amonia dan methana [23]. Terakhir adalah biaya sistem kesehatan publik.
SUBSIDI GILA-GILAAN OLEH NEGARA
Sangat kontras dengan cabang ekonomi lainnya, industri daging adalah industri yang disubsidi oleh negara di hampir semua negara sebab industri ini tidak menguntungkan (kecuali bila publik yang menanggung biaya). Di Swiss, negara menggunakan sekitar 84% subsidi pertanian dan peternakan untuk produksi daging, produk susu dan telur. Hanya 16% subsidi tersebut yang tersedia untuk produksi makanan nabati [24].
Tak ada pasar yang gambarnya demikian rusak selain sektor peternakan. Dapatkah Anda membayangkan perusahaan perorangan menerima subsidi dari negara lebih banyak dari yang seharusnya melalui penjualan dari barang-barang yang diproduksinya? Bahkan pembelian barang-barangnya dijamin oleh negara? Semua negara Blok (Eropa) Timur dibimbing menuju ke tepi jurang oleh politik tertentu. Namun di negara dengan ekonomi pasar bebas, politik sejenis itu juga ada di dalam industri peternakan.
Pengeluaran negara untuk mengamankan harga dan penjualan (1992 dalam Swiss Frank) [25]
Untuk bisnis peternakan 1205.9 juta
Untuk pertanian 332.1 juta
77% pendapatan Swiss dapat ditelusuri kembali ke subsidi secara langsung maupun tidak langsung seperti halnya berbagai bentuk campur tangan negara yang tak terhitung banyaknya. Subsidi ini membebani negara sebesar 7 milyar Swiss Frank setiap tahun [26]. Sampai saat ini ada 3500 orang yang bekerja dalam birokrasi peternakan di Swiss. Mereka menghabiskan 900 juta Swiss Frank per tahun untuk mendukung organisasi peternakan saja [27]. Sekitar 99.5% dari angka ini disediakan untuk peternak. Hal yang sama terjadi di negara industri lainnya. Bisnis ternak tak hanya didukung dan dijaga agar tetap hidup secara nasional tapi juga internasional. Dari 1963 hingga 1985, Bank Dunia memompa 1.5 milyar dollar Amerika Serikat untuk bisnis ternak di Amerika Latin, kebanyakan untuk peternakan besar [28]. Tanpa memperhitungkan biaya yang harus ditanggung publik dan subsidi negara yang mengerikan, peternakan adalah bisnis gila berwajah ganda bagi peternak maupun bank. Di Amerika Serikat , pada waktu tertentu sekitar 2,000 peternak (atau petani yang menghasilkan pakan ternak) per minggu keluar dari profesi mereka sebab mereka tak sanggup bersaing dengan produksi daging masa kini yang sangat intensif. Peternak atau petani penghasil pakan ternak membutuhkan mesin yang semakin lama semakin mahal dan untuk dapat membeli mesin ini mereka membutuhkan pinjaman yang lebih tinggi dari bank. Selama 1986 misalnya, 160 bank Amerika Serikat bangkrut, kebanyakan mereka hancur karena bisnis peternakan. [29]
KESIMPULAN PENTING
Karena pola makan seseorang adalah sangat pribadi, pengungkapan dampak-dampak buruk yang mungkin dapat terjadi dari pola makan tertentu, sangat tidak populer. Lebih-lebih, artikel ini yang mencoba memberi gambaran dampak buruk lingkungan dan ekonomi atas pola makan yang berlandaskan produk hewani, hanya dapat diterima oleh orang yang sadar dan mengerti tanggung jawab mereka terhadap lingkungan mereka. Semua topik yang disebutkan dalam artikel ini mempunyai dampak ekonomis yang serius. Sebuah sistem ekonomi yang dapat bertahan lama dan ramah lingkungan tidak mungkin terwujud tanpa mempertimbangkan fakta ini. Seseorang hanya dapat berharap bahwa di masa depan tak hanya aktivis lingkungan dan orang-orang yang mencegah kekejaman terhadap hewan, yang akan berupaya untuk menangani masalah konsumsi daging tapi juga ekonom dan politikus. Untuk pelopor ekonomi bebas [30] seperti Werner Zimmermann, hal ini sangat alami. Mereka berjanji pada diri mereka sendiri untuk berubah dan mengikuti falsafah hidup vegetarian seperti halnya perubahan dalam sistem ekonomi kita. Sebaliknya mungkin kita tak perlu mengurusi perubahan dalam sistem ekonomi kita, yang mungkin sangat sulit kita lakukan, namun setiap orang dapat membuat langkah awal dengan mengubah pola makannya.
Rekomendasi buku:
-Rifkin, Jeremy: Beyond Beef. The Rise and Fall of the Cattle Culture, Campus, 1992
-Robbins, John: Diet for A New America, Stillpoint Publishing, ISBN 0-913299-54-5
-A. Durning, H. Brough: Animal Farming and the Environment, Worldwatch-Paper 103