Disadur dari makalah yang ditulis oleh Stefania Massari tahun 2001 yang berjudul “Current Food Consumption Patterns and Global Sustainabilityâ€
A. Pertanian & Air Bersih
Tahun 2020, penduduk dunia diperkirakan berjumlah 7.5 milyar, dengan rincian 6.3 milyar penduduk tinggal di negara berkembang dan 1.2 milyar penduduk tinggal di negara maju. Setiap tahun akan ada pertambahan 93 juta penduduk dunia. 97.5 % pertambahan penduduk terjadi di negara berkembang dan hanya 2.5 % di negara maju. Pertambahan penduduk jelas membutuhkan pertambahan pangan terutama dari pertanian dan juga air bersih.
Bagi sebagian besar penduduk dunia, pertanian adalah mata pencaharian yang paling utama bahkan satu-satunya. Pada tahun 1996, sebanyak 3.1 milyar penduduk dunia tinggal di desa, dan 2.5 milyar penduduk dunia tergantung secara langsung sebagai tenaga kerja dalam pertanian. Di beberapa negara miskin dunia, sumbangan pertanian terhadap Produksi Nasional Bruto / Gross Domestic Product (GDP) mencapai 40-60 %. Tanah pertanian telah menutupi 28% dari seluruh tanah di permukaan bumi. Area pertanian yang mendapat irigasi di seluruh dunia kira-kira 270 juta hektar, dan terus meluas sebanyak 3,3 juta hektar per tahun. [1]
Dalam hanya tempo 50 tahun sejak tahun 1950, produksi pertanian dunia telah meningkat sebanyak 60%, bandingkan dengan tingkat produksi tahun 1950 yang baru tercapai setelah 10.000 tahun perkembangan pertanian. Percepatan peningkatan produksi itu berkaitan dengan penggunaan mesin, pupuk buatan, bibit unggul, dan irigasi. [2] Dalam tempo 50 tahun terakhir, Cina, Meksiko, Inggris dan Perancis telah berhasil meningkatkan panen gandum mereka empat kali lipat per hektar, sementara Amerika Serikat telah melakukan hal yang sama dengan jagungnya. Kenaikan produksi pertanian yang mengagumkan juga dicatat negara India. Namun saat ini produksi pertanian mengalami kemandekan karena tanah pertanian sudah dieksploitasi secara berlebihan. [3]
Sekitar 72% dari penggunaan air bersih di seluruh dunia adalah untuk pertanian, baik untuk pertanian pangan manusia maupun pertanian pakan ternak. Meningkatnya kebutuhan pangan manusia dan pakan ternak telah menyebabkan meningkatnya persaingan global yang sangat tajam untuk memperoleh air bersih. Kebutuhan dunia akan air bersih untuk pertanian pada tahun 2025 diperkirakan 57% lebih tinggi dari tingkat tahun 2001. Kelangkaan air bersih telah melanda seluruh dunia [4]. Air bersih sangat langka di beberapa kawasan tertentu, dan didistribusikan secara tak merata, lebih-lebih pada musim kering/kemarau, bahkan parahnya, saat ini air bersih sama sekali tak tersedia untuk konsumsi penduduk di beberapa kawasan dunia, terkait dengan pencemaran air atau intrusi air laut. Pada tahun 2000, 26 negara dengan penduduk 300 juta telah menderita kelangkaan air bersih, dan diperkirakan pada tahun 2020 dua pertiga penduduk dunia akan menderita kelangkaan air bersih pada tingkat sedang sampai parah. [5]
B. Peternakan & Pakan Ternak
Pada tahun 2000, di seluruh dunia, terdapat sekitar 1331 juta sapi, 1060 juta domba, dan 905 juta babi. Total populasi ternak tahun 2000 adalah 20.6 milyar, 14.3 milyar diantaranya adalah ayam. Perbandingan ternak dan manusia tertinggi adalah di New Zealand, yaitu 12 domba untuk 1 manusia. [6]
Antara tahun 1950 sampai 1990 produksi daging telah meningkat hampir 1000% di Cina dan sekitar 700% di India. Secara global, produksi daging unggas meningkat 773% dan daging babi meningkat 225%, hanya dalam jangka waktu 40 tahun. Fakta ini sudah cukup untuk menjelaskan betapa beratnya beban yang harus dipikul lingkungan akibat meningkatnya produksi daging ternak.
“Revolusi Peternakan†adalah istilah untuk pergeseran dari pertanian pangan manusia menjadi pertanian pakan ternak. Revolusi Peternakan sedang berlangsung di hampir semua negara berkembang. Salah satu pakan ternak utama adalah jagung. Produksi jagung telah meningkat secara drastis dalam 30 tahun terakhir, karena jagung merupakan pakan utama bagi peternakan mamalia, unggas dan ikan. Saat ini kira-kira 66% dari produksi jagung digunakan sebagai pakan ternak. [1] Dapat dibayangkan betapa makin meningkatnya angka kelaparan di negara berkembang yaitu ketika manusia dan ternak bersaing mendapatkan makanan.
Berjuta-juta hektar hutan tadah hujan tropis telah hilang, terkait dengan meningkatnya pertanian pakan ternak dan peternakan itu sendiri. Kecenderungan global masa kini adalah peternakan intensif, dengan menempatkan sejumlah besar ternak pada lahan sempit. Di Amerika Tengah , misalnya, 6 juta hektar hutan telah dikonversi menjadi lahan peternakan sapi sejak tahun 1950, dimana lebih dari 50% lahan peternakan sapi di kawasan Amazon telah ditinggalkan karena telah terdegradasi sangat parah. [7]. Ternak yang merumput secara berlebihan menyebabkan erosi dan penurunan kesuburan tanah. Dampak lingkungan ini telah ditemukan di kawasan yang sangat luas di benua Afrika dimana tempo rehat dari peternakan yang dibutuhkan untuk pemulihan kesuburan tanah peternakan sudah tak dihargai lagi, dan ternak dalam jumlah besar terus dipelihara di lokasi yang sama pada periode yang lama. [8] Karena itu gurun Sahara di Afrika semakin meluas dari tahun ke tahun.
Peternakan, melalui pertanian pakan ternak, secara tak langsung telah mencemari lingkungan melalui penggunaan pupuk kimia dan pestisida. Penggunaan pupuk NPP (Nitrogen Phosphorous Potassium) kira-kira 11.6 kilogram per hektar di negara-negara Afrika Sub-Sahara, 158 kilogram per hektar di negara-negara Eropa, dan sekitar 265 kg per hektar di Asia Timur, sebuah kawasan di dunia yang paling intensif memakai pupuk kimia. [9] Pertanian organik yang bebas dari pestisida dan pupuk kimia adalah pilihan alternatif bagi kelestarian lingkungan hidup.
Peternakan secara tak langsung telah mendorong penangkapan ikan laut berlebihan akibat meningkatnya permintaan atas daging ikan laut sebagai pakan ternak (sapi & ikan). Populasi ikan laut sebenarnya terus menurun dan telah mendekati kepunahan di beberapa perairan di dunia, namun ironisnya penangkapan/produksi ikan laut terus meningkat. Produksi daging ikan laut bahkan melebihi produksi daging sapi dan daging domba, yaitu mencapai tingkat 86 juta ton pada tahun 1998. [10] Produksi pakan ternak dari ikan laut sungguh boros: dari 1000 kilogram ikan laut yang ditangkap, hanya dihasilkan 216 kilogram daging ikan laut untuk pakan ternak.[11]
C. Pola Konsumsi Pangan Masa Kini
Sebuah kecenderungan umum di seluruh dunia dewasa ini adalah urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota). Pada tahun 1960, 1 di antara 3 orang di dunia tinggal di kota. Pada masa kini (2001), 1 dari 2 orang di dunia tinggal di kota. Diperkirakan pada tahun 2025, 3 dari 5 orang di dunia tinggal di kota. Urbanisasi menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan. Di kota, sejalan dengan peningkatan pendapatan, perubahan gaya hidup akibat pengaruh iklan/promosi di televisi, pola konsumsi pangan umumnya cenderung mengarah pada pola konsumsi daging cepat saji yang “hemat waktu†dan “lezat nikmatâ€misalnya ayam goreng, hamburger atau pizza. [12]. Persepsi masyarakat yang tak berpendidikan tinggi di seluruh dunia pada umumnya sama, yaitu daging “dibutuhkan†dan “baik untuk kesehatan†sehingga ketika harga daging turun maka konsumsi daging meningkat. [13] Namun masyarakat yang berpendidikan tinggi umumnya justru mulai mengurangi konsumsi daging karena alasan kesehatan dan meningkatkan konsumsi produk pangan dari pertanian organik yang mereka anggap sehat, suatu kecenderungan yang populer belakangan ini, khususnya di negara-negara maju. [14] Tahun 1998 penjualan produk pangan dari pertanian organik di Amerika Serikat mencapai 7.8 milyar dollar Amerika. [15] Produksi pangan dari pertanian organik di Perancis juga telah meningkat 50% pada tahun 1999 dibandingkan tahun 1996. [16] Sebaliknya, masyarakat di negara berkembang yang umumnya kurang terdidik justru meningkatkan konsumsi daging seiring dengan gencarnya promosi/ iklan makanan hewani cepat saji di televisi misalnya ayam goreng, hamburger, dan pizza. Konsumsi daging rata-rata per orang di negara berkembang tahun 1996 telah meningkat 50% dibandingkan tahun 1976. Tingkat konsumsi daging di negara berkembang tahun 2000 adalah 24 kilogram per orang per tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 64 kilogram per orang per tahun. Di Cina dan negara Asia Timur lainnya, sejak tahun 1980 konsumsi daging rata-rata naik 5% setiap tahun. Konsumsi daging di Cina tahun 1996 adalah 41 kilogram per orang per tahun, naik dua kali lipat lebih dibandingkan tahun 1986 yang hanya 20 kilogram per orang per tahun. [17]